Cari Blog Ini

Rhichard Feymann (Si Jenius yang nakal)

Kamis, 18 November 2010

Jenius yang satu ini senangnya main. Semua dianggapnya
mainan. Tidak pernah serius! Benar-benar iseng! Fisika,
yang kata orang merupakan pelajaran paling serius dan
bikin pusing itu, dijadikan mainan paling asyik. Tapi justru
sifatnya inilah yang menghantarnya pada hadiah Nobel
Fisika di tahun 1965.

Mad Genious Boy
Richard Philips Feynman biasa dipanggil dengan nama kecilnya, Dick. Si
kecil Dick, yang masih berusia sebelas tahun, punya sebuah laboratorium
sederhana di rumahnya. Ia senang sekali bermain-main dengan apa saja yang bisa
ditemukannya: main lampu dan menciptakan sekring, membuat alarm antimaling
di kamarnya, dan membuat sistem koil dengan pemantik api yang dilengkapi gas
argon. Saat ia sedang bermain dengan koil itu dan menikmati percikan api yang
tercipta (warnanya ungu lho!), tiba-tiba ada kertas yang terbakar terkena api itu.
Kertas yang terbakar itu langsung dibuangnya ke tempat sampah, tapi tiba-tiba
malah jadi makin menyala. Ternyata tempat sampah itu berisi kertas koran yang
cepat terbakar. Anak bandel ini cepat-cepat menutup pintu kamarnya supaya
Ibunya tidak mengetahui ‘kecelakaan kecil’ yang sedang terjadi. Untung saja api
itu akhirnya berhasil dipadamkan! Kamarnya sih jadi penuh asap gara-gara
kejadian itu. Tapi Dick tidak kapok!
Ia melengkapi lab kecil di kamarnya dengan sebuah radio tua dan rongsok
yang sudah rusak. Si jenius kecil ini mengutak-atik radio itu dan berhasil
memperbaikinya. Malahan ia jadi terkenal sebagai si anak kecil tukang reparasi
radio. Saking terbiasa dengan permasalahan radio rusak, Dick belakangan bisa
tahu letak kerusakannya tanpa menyentuhnya sama sekali. Dia cuma berjalan
mondar-mandir sambil berpikir. Tiba-tiba dia sudah tahu bagaimana
membetulkannya. Tuh kan, benar-benar kecil-kecil cabe rawit! Teman-teman
sekolahnya tidak pernah menjulukinya ‘Most Intelligent’ tapi mereka
menyebutnya ‘Mad Genious’. Julukan ini didapatnya karena biarpun sangat pintar,
Dick tetap seorang anak kecil biasa yang iseng dan bandel.
Keisengannya ini sebenarnya didasari hasratnya untuk selalu memecahkan
teka-teki. Apa pun yang belum ia ketahui pasti dipelajarinya sampai didapat
jawabannya, termasuk fisika. Ia senang menemukan sesuatu yang salah dan
mencari akal untuk membetulkannya.
Sewaktu Dick berusia tujuh belas tahun ia bekerja di suatu restoran saat
musim panas. Banyak petualangan seru di sana. Salah satunya waktu Dick harus
memotong kacang panjang. Biasa orang memotong kacang panjang dengan
meletakkan kacang itu diatas meja lalu pisau digerakan dari atas ke bawah. Cara
ini menurut Dick kurang efisien. Dia langsung memutar otak mencari akal untuk
membuatnya lebih efisien. Ia menderetkan lima pisau secara paralel menghadap
ke atas. Dibawah pisau itu diletakkan baskom penampung. Kemudian kacang
panjang digerakan dari atas, kress... kress.... kress. Ia berhasil memotong lima kali
lebih cepat. Dick begitu senang dengan keberhasilan itu. Namun, ketika bossnya
masuk dapur, Dick terkejut dan tidak hati-hati...kress... tangannya terpotong pisau,
dan darah membuat kacang panjang dalam baskom menjadi merah. Ia kena marah!
Ada banyak lagi ide baru dan ‘penemuannya’ yang berakhir dengan seruan marah
orang-orang di tempat ia bekerja. Ia tidak kapok. Tetapi ia menyadari satu hal:
penemuan atau ciptaan baru merupakan hal yang sulit di dunia nyata.
Jenius bandel ini melanjutkan petualangannya di MIT (Massachusset
Institute Technology). Ia sering menguping pembicaraan teman sekamarnya (dua
mahasiswa tingkat akhir) yang mendiskusikan mata kuliah fisika teori. Suatu kali
mereka sibuk memecahkan soal. Dick dengan santai nyeletuk, “Mengapa kalian
tidak menggunakan persamaan Baronallai?” Dua mahasiswa itu bingung.
Persamaan apa itu? Dick kemudian menjelaskannya dan berhasil memecahkan
soal rumit itu dengan gampang. Ternyata setelah diselidiki, yang dimaksud Dick
adalah persamaan Bernoulli. Ia mempelajarinya sendiri dari ensiklopedia, tanpa
pernah membicarakannya dengan orang lain. Jadi dia tidak tahu bagaimana
membaca kata Bernoulli. Sejak itu kedua mahasiswa itu selalu mendiskusikan soal
fisika dengannya.
Sekali waktu Dick pergi ke pesta dansa yang diadakan oleh orang bisu-tuli.
Waktu ia mau membeli susu, ia pura-pura sebagai orang bisu dan mencoba
menyebut kata susu di mulutnya tanpa bersuara. Pelayannya jadi bingung. Dick
lalu mengarang isyarat untuk susu dengan membuat gerakan tangan seperti sedang
memerah susu. Pelayannya malah tambah bingung! Akhirnya ada seorang lakilaki
memesan susu, jadi Dick tinggal menunjuk ke susu itu. Barulah pelayannya
mengerti dan mengambilkan pesanannya. Saat itu Dick menjawab “Terima kasih
banyak.” Pelayan bar yang baru dikerjai pemuda iseng ini akhirnya mengerti
kalau ia sudah tertipu.
Dari semua kejahilannya, yang paling dibanggakannya adalah yang pernah
dilakukannya di asrama. Sekitar pukul 5 pagi Dick terbangun dan turun ke bawah.
Ia menemukan tulisan: PINTU! PINTU! SIAPA YANG MENCURI PINTU?
Ternyata ada yang iseng melepas pintu dari engselnya dan menyembunyikannya.
Kebetulan ruangan itu punya dua pintu. Otak jahil Dick langsung dapat ide. Ia
melepas pintu yang kedua dan menyembunyikannya di balik tangki minyak di
lantai dasar di bawah tanah. Sesudah itu ia kembali tidur.
Paginya ia pura-pura terbangun terlambat. Waktu ia turun semua sudah
berkumpul dan ada yang sudah marah-marah karena kedua pintu ruangan itu
hilang. Salah satu dari mereka bertanya, “Feynman, kamu mengambil pintu ya?”
Dengan tenang Dick menjawab iya! Sambil menambahkan, “Lihat saja goresan di
jariku, ini gara-gara tanganku tergores ke dinding waktu membawa pintu itu ke
lantai dasar.” Ternyata jawaban jujur itu tidak dipercaya. Dikira sedang becanda
karena Dick dikenal sebagai orang yang tidak pernah serius. Dick juga sudah
menduga ini. Ia tahu kalau pencuri pintu yang pertama sudah ketahuan pasti orang
yang sama dikira mencuri pintu yang kedua. Pencuri yang pertama memang
ketahuan dari tulisan tangan yang ditinggalkan. Orangnya langsung dikerjai
semua orang supaya mengaku di mana letak pintu yang kedua. Setelah babak
belur, barulah semua percaya kalau ada orang lain yang mencuri pintu kedua.
Sampai seminggu pintu kedua itu belum juga ditemukan. Presiden asrama
akhirnya minta saran untuk memecahkan soal ini. Dick mengajukan usul sambil
pura-pura marah: “Siapa pun kau, pencuri pintu, kami tahu kau sangat hebat. Kau
sangat cerdik! Kami tidak tahu siapa kau, jadi kau pasti seorang super jenius. Kau
tidak perlu katakan siapa kau; kami cuma ingin tahu di mana pintu itu berada. Jadi,
kalau kau meninggalkan catatan di mana saja, di mana pintu itu berada, kami akan
menghormatimu dan mengakui selamanya bahwa kau memang super hebat, super
cerdas, sampai bisa mencuri pintu sementara kami tetap tidak tahu siapa
pelakunya. Tapi tinggalkanlah sebuah catatan di suatu tempat, dan kami akan
sangat berterima kasih.”
Orang di sebelah Dick mengusulkan semua orang harus ditanya satu per
satu, apakah dia mencuri pintu. Presiden asrama mulai berkeliling dan bertanya
pada semua orang. Semua jawab tidak. Begitu ia sampai ke Dick, ia menanyakan
pertanyaan sama, “Feynman, Kamu mengambil pintu itu?” Dick dengan tenang
menjawab, “Ya, saya yang mengambil pintu itu.” Tapi presiden asrama itu malah
kesal karena dikira diajak becanda. Malamnya Dick meninggalkan gambar tangki
minyak kecil dengan sebuah pintu di dekatnya. Besoknya pintunya ditemukan dan
dipasang kembali. Sesudah beberapa hari baru ia mengakui kejahilannya itu.
Semua langsung menuduhnya tukang kibul karena tidak mau mengaku. Padahal
jelas-jelas ia menjawab dengan jujur sewaktu ditanyai. Saking jujurnya, seringkali
tidak ada seorang pun yang percaya padanya.
Think Different
Sesudah lulus dari MIT Dick melanjutkan ke fakultas pasca sarjana di
Princeton. Suatu kali sesudah makan malam, ada pengumuman tentang
kedatangan profesor psikologi yang akan memberi ceramah tentang hipnotis.
Rencananya akan ada demonstrasi hipnotis, jadi diperlukan sukarelawan untuk
dihipnotis. Dick yang selalu ingin tahu hal-hal yang tidak dimengertinya langsung
semangat. Tapi waktu itu ia duduk di ujung belakang. Ruangan itu dipenuhi oleh
sekitar 200 orang, padahal hanya diminta tiga orang sukarelawan. Dick yang
khawatir tidak terlihat karena duduk di belakang langsung siap-siap berteriak
sekencang mungkin. Sewaktu Dr. Eisenhart, dekan pasca sarjana di Princeton,
bertanya, “Jadi, saya ingin bertanya apakah ada yang berminat menjadi
sukarelawan…” Dick langsung mengacungkan tangan dan loncat dari bangkunya
sambil berteriak sekeraskerasnya karena takut tidak terdengar, “SAYAAA…!!!”
Suaranya bergaung di seluruh aula karena ternyata tidak ada orang lain yang
mengacungkan tangan dan mengajukan diri untuk jadi sukarelawan!
Rasa ingin tahunya ini bukan cuma pada persoalan fisika, matematika, dan
hipnotis saja. Di ruang makan, Dick selalu duduk bersama kelompok orang yang
berbeda tiap minggunya. Satu minggu dengan para filosof, minggu berikutnya
dengan ahli matematika, lalu jalan-jalan ke meja mahasiswa biologi. Itu semua
karena ia selalu ingin tahu apa yang dibicarakan di masing-masing kelompok.
Dick lalu diajak untuk ikut kuliah fisiologi sambil ikut mengerjakan tugas dan
laporan seperti mahasiswa lainnya. Sewaktu ia presentasi makalahnya di kelas
biologi, ia sering ditertawakan seluruh kelas karena salah menyebut istilah biologi.
Misalnya blastomere disebut blastophere. Belum lagi sewaktu ada yang presentasi
tentang impuls pada syaraf. Waktu itu kucing dijadikan contoh. Ada bermacam
nama otot yang tidak dimengerti oleh Dick, jadi ia pergi ke perpustakaan untuk
cari tahu tentang letak otot-otot itu di badan kucing. Dengan lugu ia bertanya ke
petugas tentang peta kucing. Pustakawan itu sih mengerti kalau yang
dimaksudkan sebenarnya bagan binatang, tapi kejadian itu begitu lucu sampai
tersebar desas-desus tentang seorang mahasiswa biologi yang sangat bodoh yang
mencari ‘peta kucing’.
Saat sedang bekerja di Los Alamos, Dick sempat membaca artikel tentang
anjing pelacak. Ia terkesan sekali dengan kemampuan penciuman anjing yang
sangat hebat itu. Langsung saja ia mencoba eksperimen dengan isterinya.
Sejumlah botol Coke dikumpulkan tanpa disentuhnya, lalu isterinya diminta
mengambil salah satu dan memegangnya beberapa saat. Dick sendiri keluar
ruangan supaya ia tidak melihat botol mana yang dipegang isterinya. Begitu ia
masuk dan mencoba menebak yang mana, ia langsung tahu dengan menggunakan
fisika! Botol yang sudah dipegang isterinya suhunya pasti berbeda, baunya juga
jadi berbeda, lebih lembab dan lebih hangat. Ia menganggap percobaan ini terlalu
mudah. Jadi dicobanya lagi dengan buku di rak buku yang lama tidak disentuhsentuh.
Isterinya memilih salah satu buku dan membukanya sebentar, lalu
mengembalikan lagi ke rak. Sewaktu Dick masuk dan mencoba menebak, ia
langsung tahu dari kelembaban dan bau yang berbeda pada buku yang sudah
dipegang. Buku yang sudah lama tidak dipegang baunya kering. Ia berhasil
mengetahui rahasia anjing pelacak!
Rasa ingin tahu, penasaran, dan keberanian yang dilengkapi keisengan ini
menjadi modal utama Feynman saat bekerja sama dengan para ahli fisika top kala
itu. Suatu kali Niels Bohr berkunjung dan mengajaknya diskusi tentang cara
membuat bom yang lebih efisien. Ide-ide Bohr yang waktu itu didewakan dibahas
semua. Dick dengan santai mengutarakan pendapatnya. Jika ada gagasan yang
menurutnya jelek, dia langsung mengungkapkannya tanpa takut dan segan.
Karena keterusterangannya inilah Dick selalu jadi orang pertama yang diajak
untuk diskusi oleh Bohr. Semua orang yang lain selalu menjawab: Ya, ya, Dr.
Bohr. Semua begitu kecuali Dick. Ia berani menjawab: Tidak, itu tak akan jalan,
tidak efisien… Niels Bohr sangat terkesan dengan keberaniannya ini.
Di Los Alamos, semua berkas penting tentang perkembangan pembuatan
bom selalu disimpan dengan rapi dalam lemari brankas yang dikunci dan
digembok. Dick selalu merasa kunci itu masih kurang aman. Ia lalu
membuktikannya dengan cara membongkar satu per satu semua brankas di sana.
Semua laporan yang ia butuhkan diambilnya sendiri dari brankas yang dikunci.
Sesudah selesai, ia kembalikan laporan itu ke yang punya. Sudah pasti orangnya
langsung bingung karena tidak pernah meminjamkan berkas itu ke siapa pun.
Dengan tenang Dick mengakui ia mengambilnya sendiri dari brankas dengan cara
membongkar kuncinya. Sejak itu kalau ada orang yang hilang atau pergi padahal
ada berkas penting di lemarinya, mereka tinggal memanggil Dick yang bisa
dengan gampang membongkar kunci kombinasi brankas. Keahlian ini
dipraktekkannya juga setiap kali berkunjung ke Oak Ridge. Sampai-sampai semua
orang di sana tidak mengizinkan Dick untuk mendekati lemari brankasnya karena
keisengan Dick sudah begitu dikenal.
Sekali waktu keisengannya membongkar brankas mencapai puncaknya. Ia
membongkar tiga brankas yang berisi semua rahasia bom atom. Ternyata ketiga
brankas yang berjejeran itu mempunyai nomor kombinasi yang sama. Otak
jahilnya mendorongnya untuk meninggalkan catatan di ketiga brankas yang
dibongkarnya itu. Di brankas kedua ia meninggalkan catatan pertama: “Aku
pinjam dokumen No. LA4312 – Feynman, si tukang bongkar lemari besi.” Di
brankas pertama ia menulis catatan lain: “Yang ini tidak lebih susah membukanya
– Si Sok Tahu.” Lalu pada brankas ketiga: “ Jika kombinasinya sama, yang satu
tidak lebih susah dari yang lain – Orang yang Sama.”
Malam harinya sesudah makan malam, ia bertemu Freddy de Hoffman,
orang yang brankasnya baru saja ia utak-utik. Sewaktu de Hoffman hendak
kembali ke kantornya, Dick mengikutinya untuk menikmati hasil keisengannya itu.
Sewaktu de Hoffman mulai bekerja, ia membuka lemari yang ditinggali catatan
yang ketiga. Wajah de Hoffman langsung pucat pasi begitu melihat kertas kuning
menyala dengan tulisan krayon warna merah. Tangannya yang gemetar
mengambil kertas itu dan langsung menduga-duga siapa yang sudah membongkar
lemarinya: Orang yang Sama! Pasti orang yang mencoba masuk ke Gedung
Omega (waktu itu kasus Gedung Omega merupakan berita besar dan pencurinya
belum tertangkap)! Dengan kebingungan ia bertanya ke Dick apa yang harus
dilakukan. Dick cuma mengusulkan untuk memeriksa berkasnya untuk mencari
apa ada yang hilang. Kemudian lemari yang lain juga diperiksa. Di lemari yang
pertama ia menemukan catatan kedua yang ditandatangani ‘Si Sok Tahu’. De
Hoffman makin pucat. Begitu de Hoffman mau membuka lemari kedua, Dick
pelan-pelan menyelinap ke pintu, karena takut dimarahi habis-habisan. Catatan
pertama pun ditemukan. Dan benar saja! De Hoffman langsung lari mengejar
Dick. Tapi bukan karena marah. Justru ia merangkulnya karena sangat lega begitu
mengetahui bahwa rahasia bom atom belum bocor. Itu semua cuma kejahilan
Dick Feynman!
Petualangannya tidak berhenti di situ saja. Dick yang punya prinsip
‘Everything is Interesting’ ini terus saja bersemangat menelusuri semua bidang
yang sebelumnya tidak ia mengerti. Ia berhasil memecahkan tulisan kuno bangsa
Maya (hieroglif kuno), trik-trik pesulap terkenal James ‘The Amazing’ Randi,
melukis berbagai potret, menjadi pemain bongo yang hebat, dan menguasai
geografi berbagai tempat di dunia hanya dengan cara mengoleksi perangko.
Semua keahlian ini semula tidak dimilikinya. Ia mempelajarinya hanya karena
penasaran. Ia tidak bisa menggambar, jadi ia coba coret-coret di atas kertas. Ia
tidak mengerti musik, jadi ia asal pukul gendang. Ia selalu memikirkan hal-hal
yang tidak terpikir oleh orang lain. Ide-idenya selalu unik tetapi sederhana.
Berbagai eksperimennya selalu disebut simple, to the point experiment. Sampaisampai
ia dijadikan icon oleh perusahaan komputer terkenal dalam satu iklannya:
Think Different. Semuanya dikerjakannya dengan satu syarat: bisa dikerjakan
sambil main-main. Satu kalimat yang selalu diucapkannya: What do you care
what other people think?
Pesan yang selalu ingin disampaikannya adalah bahwa kita harus selalu
melakukan sesuatu dengan gembira. Jika berkutat dengan masalah fisika, atau
masalah apa pun, jangan pernah memikirkan apa yang bisa didapatkan.
Sebaliknya, fisika itu dianggap sebagai mainan yang bisa dijadikan sarana untuk
berpetualang. Dengan begini, kreativitas bisa mengalir lancar dan tanpa beban.
Satu lagi resepnya untuk belajar fisika: pelajari sendiri tanpa harus terikat dengan
aturan-aturan yang sudah ada di buku-buku pedoman. Dengan mempelajarinya
sendiri, kita jadi mengerti konsepnya. Kita pun tidak mudah lupa. Tidak seperti
menghafal semua rumus dan konsep fisika yang sudah ada. Kalau cuma
menghafal kita belum tentu mengerti, tapi kalau kita sudah mengerti kita pasti
ingat untuk seterusnya. Sederhana sekali!

0 komentar:

Posting Komentar